Artikel Siswa

Cerpen : Rumah !

Cerpen : Rumah !

Matauli ICT | Selasa, 01 Maret 2016 - 14:09:03 WIB | dibaca: 4237 pembaca

Surya Buana Wangi

“Sreeetttt” suara pintu menekik ketika terbuka. Ini adalah kali pertama aku kembali menginjakkan kaki setelah 15 tahun. Posisi perabotan rumah belum ada yang berubah, paling hanya jam kukuk kayu yang dihadiahkan ayahku delapan tahun lalu yang merupakan barang baru. Selain itu masih tetap sama. Hanya saja, ditutupi lapisan debu yang tebal.

Rumah ini sudah kosong sejak 8 bulan yang lalu. Paman dan bibiku yang tinggal di rumah ini, tewas dalam kecelakaan saat hendak mudik ke kampung. Sedangkan anak semata wayang mereka, Maekel, ditemukan tak bernyawa ketika sedang membersihkan rumah ini. Saat itu, ia berencana menjual rumah itu, akibat terlilit hutang yang tak sedikit. Jika diingat kembali, sangat naas nasib keluarga ini.
            Kembali kerumah ini. Terletak di komplek perumahan kecil di ibukota. Tidak besar, namun asri. Kesederhanaan rumah ini mengingatkanku pada sosok seorang paman yang baik dan bersahaja. Kini hak milik rumah dipegang oleh ayahku, sebagai saudara satu-satunya dari pamanku. Aku ditugaskan ayah sebagai anak yang paling dewasa, untuk mengecek kondisi dan fasilitas rumah. Rumah ini kembali direncanakan dijual, tentunya oleh ayahku.

15 tahun sudah sejak aku terakhir menginjakkan kaki di sini. Suasana rumah masih tersimpan jelas dibenakku, walau debu sudah mengepul di rumah itu kini. Ya, dulu semasa kecilku rumah ini adalah tempat tujuan favoritku saat akhir pekan. Aku sudah tidak asing lagi dengan keluarga pamanku yang satu ini. Aku sudah hampir seperti anak kandung mereka sendiri. Sampai akhirnya kami harus berpisah ketika aku hendak bersekolah ke luar negeri, Australia. Sejak itu, aku belum pernah berjumpa dengan mereka, Tidak juga kini.

Kembali ke sini, serasa pulang ke rumah dambaan. Aku berkeliling untuk mengecek kondisi rumah sambil mengenang masa-masa kecil dulu. Sebenarnya aku tak sependapat dengan ayahku mengenai penjualan rumah ini. Aku suka rumah ini, mungkin bisa saja ku jadikan kediamanku kelak. Tapi sayangnya, ayah sangat keras pendirian. Katanya rumah ini sudah ketinggalan zaman. Istilah nya seperti Bajaj yang sudah katrok.

Perjalananku terhenti di sebuah kamar yang tidak begitu luas. Dinding-dinding kamar itu dipenuhi oleh foto-foto keluarga. Di antara foto-foto itu, ada juga fotoku masa kecil. Foto dalam berbagai acara keluarga, libur bersama, dan deretan foto dari generasi tertua hingga generasiku.  Ruangan ini sangat familiar. Kamar ini adalah kamar pamanku.

Kini perjalananku mulai terasa tak nyaman. Foto-foto itu serasa menatap tajam dan seolah ingin berkata-kata kemudian melahapku. Aku segera keluar dari kamar, dan terkejut melihat satu jendela terbuka. Tadinya semua jendela tertutup rapat. Jendela itu tepat menghadap pohon jambu di belakang rumah ini. Di pohon itu terdapat ayunan yang kini bergerak, mengayun cepat. Seolah ada yang bermain dengan cerianya di sana. Saat itu juga, aku merasa seperti ada yang berdiri di sampingku, walau hanya sebentar. Aku tersadar akan hari-hari kecilku dulu, dimana aku dan Maekel bermain di sana sembari bergantian seumpama  raja dan pelayannya. Paman bibiku menatap di sini, dimana aku berdiri sekarang sepertinya seisi rumah ini menyambut kepulanganku dengan agak meriah. Seperti mengadakan pesta kecil reuni keluarga. Tapi tetap saja, perasaanku tidak enak akan kejadian ini. Mungkin saja mereka tidak ingin rumah ini di jual. Mungkin mereka mau berdiam di sini selamanya. Atau juga bahkan mereka ingin aku juga tinggal menemani. Siapa yang tahu. Rumah?

By : Surya Buana Wangi










Komentar Via Website : 0